Langsung ke konten utama

Mock ET dan Persiapan Embryo Transfer

Negosiasi untuk fresh embryo transfer ditolak mentah-mentah oleh dokter, lalu harapan selanjutnya, setelah haid pertama sehabis OPU, kami bisa langsung melanjutkan program ke tahap yang paling dinantikan, yakni transfer embrio.

Tidak seperti biasanya, haid adalah hal yang sangat saya tungu-tunggu kali ini, nah tepat tanggal 2 September 2018 hal yang ditunggu-tunggu pun tiba, tamu bulanan yang sering lupa datang tiap bulan menyapa saya, buru-buru saya raih ponsel untuk lapor kepada dokter, dokter pun menyuruh saya untuk datang keesokan harinya.

Saya sangat bersemangat pergi ke klinik, ternyata setelah mengubek-ubek perut saya dengan USG trans-v, dokter menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa mulai siklus ini bu", katanya. JDER! "Kenapa dok?", tanyaku lirih. Ternyata sisa cangkang folikel masih banyak di ovarium saya, belum hilang sepenuhnya, dan itu dapat memengaruhi hormonal saya. Singkatnya, tubuh saya belum siap untuk menerima embrio dengan sukses jika ditransfer pada siklus ini.

"Kalau mau, ibu bisa datang lagi besok, kita liat lagi. Tapi saya yakin bulan ini belum bisa.", lanjut dokter. Memang dasar saya keras kepala, saya membujuk suami untuk kembali kesini lagi keesokan harinya, dan hasilnya masih tetap sama. "Siklus ini ibu Mock ET saja, biar siklus depan transfernya lancar", saran dokter. Saya pun mengiyakan, dengan langkah gontai dan penuh kekecewaan saya pulang ke rumah.

Tujuh hari setelah konsultasi terakhir, tepat pada hari ke-11 siklus ini, saya kembali datang ke klinik untuk melakukan Mock ET. Mock ET ini adalah simulasi transfer embrio, untuk memudahkan dokter melakukan transfer embrio yang sebenarnya di kemudian hari, ya sekalian hitung-hitung pemanasan.
Sama dengan transfer embrio yang sebenarnya nanti, saya disuruh minum banyak dan menahan pipis, untungnya karena rahim saya retro, jadi saya tidak perlu minum sampai kandung kemih benar-benar penuh.

Prosesnya sangat cepat, saya disuruh berbaring di kasur, lalu suster memegang alat USG di perut saya sambil memerhatikan monitor, lalu dokter memasukkan selang panjang ke dalam vagina, mencari jalan termudah untuk masuk, mengingat embrio semakin cepat masuk ke rahim akan semakin bagus nantinya.

Sangkin cepatnya proses tersebut selesai tanpa saya sadari karena saya sibuk mengkhayalkan hal lain, yang saya ingat dokter mengatakan, "Oke, selesai, dari arah jarum jam angka enam ya!".

Beberapa hari kemudian kami kembali ke RSIA Stella Maris untuk melakukan serangkaian pemeriksaan darah dan urin, termasuk Hepatitis B dan HIV. Seharusnya ini semua dilakukan sebelum memulai program IVF, tapi karena awalnya kami hanya ingin IUI, dokter tidak merekomendasikan sebelumnya, barulah sekarang mumpung ada jeda siklus. Hasilnya bagus, saya dan suami sehat dan terbebas dari berbagai virus berbahaya.

Semua persiapan untuk transfer embrio telah rampung, tinggal menunggu haid selanjutnya, tetapi sepertinya tamu bulanan kembali lupa mengunjungi saya kali ini, saya sudah terlambat haid hampir seminggu, jadi langsung saja saya kembali ke dokter Hilma. Setelah berkonsultasi dan melalui pemeriksaan USG, dokter meresepkan obat agar haid saya datang, dan saya kembali harus menunggu.

Akhirnya hari yang saya nantikan tiba, 20 Oktober 2018, saya haid, padahal sudah uring-uringan kenapa darah haid tidak kunjung keluar padahal obat sudah habis diminum. Hari seninnya saya datang kembali ke dokter sesuai janji, USG trans-v lagi, ubek-ubek lagi, tapi dokter belum merasa puas dengan kondisi rahim saya. Jadi besok dijadwalkan konsultasi dan USG ulang.

Besoknya saya kembali datang, dan seperti biasa, USG trans-v, ubek-ubek lagi, lalu kata-kata yang saya nantikan keluar dari mulut dokter "Oke, kita mulai siklus ini ya bu. Bismillah.", kata dokter akhirnya disambut dengan senyum sumringah dari saya. Dokter menginstruksikan untuk stop berhubungan suami istri, tetap makan sehat, dan hentikan segala aktifitas dan olahraga berat. Dokter juga meresepkan obat hormon untuk persiapan.

Tanggal 1 November 2018, saya kembali lagi untuk USG trans-v dan konsultasi, rahim saya sudah dalam kondisi baik untuk menerima embrio nantinya. Jadwal transfer embrio saya enam hari dari sekarang. Besok adalah hari ke-14 siklus ini dihitung sebagai D-0, karena embrio saya blastosis yakni embrio hari ke-5, maka transfer embrio akan dilakukan di D-5.

Hari itu saya pulang dengan membawa banyak obat untuk saya konsumsi sampai hari ET tiba, serta instruksi untuk hari ET nanti, dan petuah dari dokter yang harus saya ikuti. Rasanya langkah saya semakin mendekat kepada impian saya, daripada gugup, saya merasa lebih antusias. Enam hari lagi, embrio saya akan kembali ke tempat dimana ia semestinya berada. See you soon my future baby.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Pertama dan Terakhir HSG

Kata-kata merupakan doa, benar kan? Jadi saya berharap ini merupakan pengalaman HSG saya yang pertama sekaligus yang terakhir. Jadi atas rujukan dr. Mestika Sari Ginting, Spog, saya harus melakukan HSG sebelum memulai rangkaian program kehamilan. Pemeriksaan Histerosalpingografi (HSG), dikenal juga dengan pemeriksaan uterosalpingografi, adalah pemeriksaan sinar X dengan memakai cairan kontras yang dimasukkan ke rongga rahim dan saluran telur (tuba fallopii). Begitulah penjelasan singkat mengenai HSG yang saya kutip dari website  AyahBunda . Saat dijelaskan oleh dr. Mestika Sari Ginting, Spog mengenai prosesnya, sekaligus pengalaman dokter sendiri saat menjalaninya, saya sudah bisa merasakan bagaimana ngilunya proses tersebut, untungnya dokter Mestika meresepkan saya obat penghilang rasa nyeri sebanyak dua butir yang harus dimasukkan melalui dubur setengah jam sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan hanya boleh dilakukan pada hari ke 10, 11, atau 12 dihitung dari hari mestruasi pertam...

Pindah dokter (lagi) ke dr. Hilma Putri Lubis, M.Ked(OG), SpOG. Semoga ini yang terakhir.

Seperti yang telah saya jelaskan di postingan sebelumnya dr. Rachma merujuk saya untuk berkonsultasi dengan dr. Hilma Putri Lubis, M.Ked(OG), SpOG terkait masalah PCOS saya. Seperti yang telah saya katakan juga jika esok harinya bertepatan dengan hari libur nasional, jadi dokter tidak ada di tempat, begitu juga dengan keesokan harinya yang ternyata dokter Hilma sedang mengambil cuti. Saya sudah sangat tidak sabar sehingga saya browsing  untuk mencari dokter obgyn lain, lalu dapatlah nama dr. Hj. Suty Nasution, SpOG (K). Wah tenyata dokter Suty sudah ada gelar konsultannya. Saya pun bersemangat, saya mencari nomor yang bisa dihubungi tetapi ternyata tidak ada. Sampai saya hubungi RS Sarah Medan karena saat saya browsing dokter Suty ini juga menangani pasien di rumah sakit tersebut, tetapi pihak RS pun tidak mengetahui nomor telepon tempat prakteknya. Kebetulan salah satu teman saya menyarankan untuk berkonsultasi dengan salah satu dokter yang dia tau dari temannya juga jika d...

Total Biaya Inseminasi 3 Mei 2018 - 26 Mei 2018

Daftar ini sebagai rujukan untuk memudahkan bagi pembaca yang berencana untuk melakukan tindakan Inseminasi. Sebelumnya saya mengingatkan jika kemungkinan biaya yang dikeluarkan tiap pasangan akan berbeda, tergantung kondisi masing-masing. Seperti kasus saya ini contohnya, saya tidak mengeluarkan biaya untuk suntik pembesar sel telur, karena saya cukup mengonsumsi obat saja. Suntik pembesar sel telur bisa dilakukan berkali-kali tergantung pertimbangan dokter, dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit, biaya per sekali suntik setahu saya sekitar Rp 450.000,- dan suntik tersebut bisa dilakukan sampai sepuluh kali. Wow lumayan sekali kan, untungnya saya gak perlu suntik, walau sebenarnya prosedur inseminasi yang direncanakan sejak awal haruslah dengan suntikan. Kalau saya ini kan kasusnya dadakan hehehe.. Nah yang kedua, sebelum melakukan prosedur inseminasi, suami diharuskan mengecek sperma di laboratorium dan istri melakukan prosedur pemeriksaan HSG untuk memastikan tidak ada penyum...