Langsung ke konten utama

IVF - The Result! Positif atau negatif?

Hari pertama setelah transfer embrio saya habiskan dengan beraktifitas di atas tempat tidur, termasuk makan, minum dan shalat. Saya hanya turun untuk pergi ke kamar mandi. Tentunya ini terasa sangat menyenangkan, tidak melakukan apapun, hanya bersantai membaca buku atau bermain ponsel sambil ngemil.

Menu makanan saya setiap harinya diusahakan sesehat mungkin, pada saat sarapan. Karena pada saat makan siang dan malam, saya tidak bisa menahan hasrat untuk memesan makanan melalui ojek online. Setiap harinya saya memesan macam-macam sesuai selera saya pada hari itu, tentunya tanpa sepengetahuan dokter Hilma.

Masih hari ketiga post embryo transfer kejenuhan mulai menyerang, saya meraih ponsel lalu mengetik pesan kepada dokter, yang isinya kurang lebih meminta izin untuk pergi makan di restoran sebentar saja. Dokter pun mengizinkan, hanya berpesan untuk tidak berlama-lama dan tidak banyak berjalan. Saya pun girang lalu saya dan paksu segera meluncur ke salah satu restoran favorit saya yang tidak jauh dari rumah.

Saya memesan menu favorit saya disitu yakni martabak mesir daging dan es krim, ampuh sekali sebagai mood booster dan mengusir kejenuhan, tidak berlama-lama sesuai pesan dokter, setelah selesai makan kami pun langsung pulang. Hari-hari saya lewati hanya antara kamar tidur dan kamar mandi, saya hampir tidak pernah duduk di ruang tengah, sebagian besar waktu saya habiskan di atas tempat tidur. Saya coba alihkan pikiran saya agar tidak terlalu cemas menunggu hasil.

Entah mengapa kali ini berbeda dengan sebelum-sebelumnya, dulu saya selalu gelisah saat menunggu kapan harus menggunakan testpack, atau terakhir kali saya gelisah saat menunggu hasil inseminasi. Berbeda dari itu semua, kali ini saya lebih santai menghadapinya, saya lebih sabar untuk menunggu, bahkan saya tidak tergoda untuk melakukan testpack sebelum hari pengecekan darah.

Saat ini saya benar-benar berada di titik terpasarah, doa saya tidak lagi memaksa, saya utarakan keinginan dan harapan saya, tetapi saya minta Allah ta'ala memberikan jawaban atas doa saya yang terbaik menurut-Nya, bukan saya. Saya sudah mempersiapkan hati saya untuk segala kemungkinan. Saya juga sudah membuat rencana apa yang akan saya lakukan seandainya hasilnya tak sesuai harapan.

Saya jalani setiap harinya dengan menikmati setiap momennya, saya lakukan yang terbaik yang bisa saya usahakan, hasilnya saya benar-benar berserah kepada keputusan-Nya. Saya lakukan ini semua agar apapun hasilnya saya tidak akan kecewa terlalu lama atau terpuruk terlalu dalam, karena saya sudah melakukan semua yang bisa saya lakukan. Maka seandainya semua usaha ini belum juga mendapat hasil, itu semua karena Allah ta'ala yang pilihkan, jawaban atas doa saya untuk dipilihkan apa yang terbaik menurut-Nya.

Hari keenam post frozen embryo transfer saya merasakan keram di perut bagian bawah, cukup intens dari pagi hari. Rasanya seperti otot yang keram setelah terlalu banyak push up. Esoknya saya kembali merasakan keram perut yang aneh, tidak pernah saya rasakan sebelumnya, rasa keramnya seperti tertarik sampai ke pinggang, terutama saat habis bangkit dari sujud, hari ini saya sudah mulai shalat seperti biasa setelah beberapa hari sebelumnya saya shalat sambil duduk di atas tempat tidur.

Hari selanjutnya pun tetap sama, saya merasakan keram, kali ini pinggang saya juga terasa sakit dengan intensitas ringan, bahkan bagian perenium saya juga terasa sedikit nyeri. Saya juga mengalami mual ringan, dan entah kenapa saya merasa jijik melihat handuk kecil yang tergantung di kamar mandi yang biasa saya gunakan untuk mengeringkan kaki, hingga saya singkirkan dari situ.

Setiap harinya tanda-tanda yang mengarah kepada kehamilan saya rasakan bertambah satu persatu, termasuk pusing dan payudara sakit seperti akan menstruasi. Akan tetapi saya tidak terlalu ambil pusing, toh ini semua juga pernah saya rasakan saat habis IUI beberapa bulan lalu, karena selama penantian saya juga diberikan bekal obat-obatan yang banyak yang sebagian besar adalah obat-obatan hormon, belum lagi suster yang rutin datang ke rumah sesuai jadwal untuk memberikan saya suntikan hormon, jadi saya yakin ini semua adalah efek dari itu semua. Walau dalam hati kecil saya, saya tetap berdoa jika ini semua adalah tanda-tanda kehamilan.

Setiap saya larut akan pengharapan, saya buru-buru mengalihkan pikiran saya, lalu saya ingatkan diri saya sendiri jika saya sudah memasrahkan hasilnya pada Allah ta'ala, dan saya sudah meminta untuk diberikan hasil yang terbaik menurut-Nya, bukan menurut saya. Kali ini saya benar-benar berada di titik kepasrahan tertinggi saya untuk memiliki anak, dan itu membuat saya jauh lebih tenang, saya tidak lagi merasa tertekan jika ini semua harus berhasil. Saya hanya ingin menikmati setiap prosesnya terlepas apapun hasilnya.

Akhirnya hari pengambilan sampel darah pun tiba, hari yang ditunggu-tunggu oleh semua ivf warrior, hari pembagian rapor katanya. Sabtu, 17 November 2018. Pagi itu sekitar pukul tujuh, petugas lab sudah tiba di rumah saya. Darah saya diambil, dan hasil akan langsung diserahkan kepada dokter tanpa diberitahukan kepada saya, karena merupakan wewenang dokter untuk menjelaskan perihal hasilnya kepada kami.

Sekitar pukul satu siang, ponsel saya berdering, yang ternyata suster dari HFC yang menelepon, meminta suami saya untuk datang sore ini ke klinik menemui dokter untuk menyampaikan hasil sampel darah tadi pagi. Saya menjawab dengan santai, dan saya tidak bertanya apapun, saya masih sangat sabar menunggu sore tiba. Tetapi tetap saja otak saya tidak pernah berhenti berpikir, saya mengira-ngira hasilnya apakah positif atau negatif hanya dari nada bicara suster tadi. Saya punya final answer di dalam benak saya sendiri, hanya saja saya tidak yakin saya objektif atau tidak, ini murni sesuai analisa atau hanya keinginan belaka.

Sorenya suami saya pergi seorang diri untuk bertemu dokter, sementara saya diminta hanya beristirahat saja. Kala ini saya hanya seorang diri di rumah, karena mama saya harus pergi dengan temannya karena sudah janji dari jauh hari, setelah sebelumnya meminta pendapat saya. Saya tidak menahan mama saya pergi, justru saya mendukungnya, saya hanya ingin berdiam diri sendirian saat ini. Sebelum berangkat ke klinik saya sudah meminta suami saya untuk langsung memberitahukan apapun hasilnya begitu dia mengetahuinya. Saya merasa itu lebih baik, karena jika hasilnya negatif, saya ingin menangis sendirian untuk sementara, sehingga ketika suami dan mama saya pulang, saya sudah lebih tegar dan bisa tampak lebih kuat di hadapan mereka sehingga mereka tidak terlalu khawatir. Tentu saja saya menyembunyikan maksud saya itu.

Kami tidak hentinya chatting sembari suami menunggu panggilan untuk masuk ke ruangan dokter, hingga suatu ketika pesan saya tidak lagi dibaca, saya yakin suami saya sudah masuk ke ruangan dokter saat itu sehingga tidak lagi sempat membaca pesan saya. Saat ini saya mulai merasa gelisah, walaupun berulang kali saya mencoba menata emosi saya.

Lamunan saya dibuyarkan dengan bunyi telepon, dari suami ternyata, sejujurnya saya berharap suami hanya memberitahukan hasilnya dari chat saja, karena saya tidak yakin jika saya kuat mendengar jawabannya secara lisan, tetapi tangan saya segera saja menjawab panggilan itu, dan yang terdengar pertama kali adalah suara tertawa dari beberapa suster walaupun terdengar jauh, kemudian samar-samar terdengar juga suara dokter Hilma. Kembali sejenak otak saya memproses dan menduga apa hasil yang akan saya dapatkan.

"Halo?" sapaan dari suami membuyarkan lamunan singkat saya kali ini. "Jadi gimana?" saya refleks bertanya. "Alhamdulillah positif." Kalimat yang singkat tetapi cukup untuk meruntuhkan pertahanan hati saya, saya sudah berjanji kepada diri saya sendiri sebelumnya, apapun hasilnya saya tidak akan menangis, tetapi bukankah janji itu saya buat hanya untuk berjaga-jaga jika hasilnya negatif? Air mata saya tumpah seketika. Saya mendengar dokter Hilma menyampaikan ucapan selamat kepada suami untuk disampaikan kepada saya, dan mengingatkan untuk datang dua minggu lagi untuk melakukan USG pertama, lalu sedikit wejangan yang saya tidak ingat sama sekali.

Saya terpaku bahkan setelah beberapa menit menutup telepon, karena ternyata saya terlalu banyak mempersiapkan diri untuk gagal, karenanya saya bingung saat ini, hanya satu yang saya ingat, saya akan melakukan sujud syukur. Setelahnya saya menelpon mama saya, orang pertama yang ingin saya sampaikan begitu saya tau hasilnya. Tidak lama mama langsung menjawab telpon saya, terlihat beliau juga menunggu-nunggu kabar dari saya. Tanpa basa-basi beliau langsung menanyakan hasilnya, setelah saya jelaskan, terdengar suaranya terisak, lalu saya menutup telpon, dan saya kembali terpaku.

Kehamilan adalah suatu hal yang paling saya nantikan untuk terjadi di hidup saya, dan perjuangan saya untuk mendapatkannya melebihi perjuangan saya untuk mendapatkan apapun di sepanjang hidup ini, namun ketika sudah saya dapatkan, saya tidak tau apa yang harus saya perbuat, karena mungkin saya sudah terlalu banyak menyikapi kegagalan, sampai saya lupa bagaimana saya harus berlaku ketika saya berhasil.

See you soon my future baby, I can't wait to see you for the first time..


Hasil lab dan testpack positif pertama

Komentar

  1. Ya Allah, terharu sekali. Baca dari awal sampai thap result ini.
    Masya Allah, Allah maha besar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak mba sudah baca dari awal sampai akhir. bener mba, maha besar Allah dengan segala kuasa-Nya.

      Hapus
  2. Aku nangis terus disetial postingan yg di buat mba ini, ikut sedih dan terharu. Karna percis bgt sama keadaan kami. Alhamdulillah selamat ya mba. Semoga kami juga bisa berhasil seperti mba. Amin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah baca cerita saya ya mba. Semoga perjuangan mba juga berakhir indah. Aamiin Allahumma aamiin..

      Hapus
  3. Assalamu'alaikum Umi kembar, saya minta nomor wa nya ya, please

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Pertama dan Terakhir HSG

Kata-kata merupakan doa, benar kan? Jadi saya berharap ini merupakan pengalaman HSG saya yang pertama sekaligus yang terakhir. Jadi atas rujukan dr. Mestika Sari Ginting, Spog, saya harus melakukan HSG sebelum memulai rangkaian program kehamilan. Pemeriksaan Histerosalpingografi (HSG), dikenal juga dengan pemeriksaan uterosalpingografi, adalah pemeriksaan sinar X dengan memakai cairan kontras yang dimasukkan ke rongga rahim dan saluran telur (tuba fallopii). Begitulah penjelasan singkat mengenai HSG yang saya kutip dari website  AyahBunda . Saat dijelaskan oleh dr. Mestika Sari Ginting, Spog mengenai prosesnya, sekaligus pengalaman dokter sendiri saat menjalaninya, saya sudah bisa merasakan bagaimana ngilunya proses tersebut, untungnya dokter Mestika meresepkan saya obat penghilang rasa nyeri sebanyak dua butir yang harus dimasukkan melalui dubur setengah jam sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan hanya boleh dilakukan pada hari ke 10, 11, atau 12 dihitung dari hari mestruasi pertam...

Pindah dokter (lagi) ke dr. Hilma Putri Lubis, M.Ked(OG), SpOG. Semoga ini yang terakhir.

Seperti yang telah saya jelaskan di postingan sebelumnya dr. Rachma merujuk saya untuk berkonsultasi dengan dr. Hilma Putri Lubis, M.Ked(OG), SpOG terkait masalah PCOS saya. Seperti yang telah saya katakan juga jika esok harinya bertepatan dengan hari libur nasional, jadi dokter tidak ada di tempat, begitu juga dengan keesokan harinya yang ternyata dokter Hilma sedang mengambil cuti. Saya sudah sangat tidak sabar sehingga saya browsing  untuk mencari dokter obgyn lain, lalu dapatlah nama dr. Hj. Suty Nasution, SpOG (K). Wah tenyata dokter Suty sudah ada gelar konsultannya. Saya pun bersemangat, saya mencari nomor yang bisa dihubungi tetapi ternyata tidak ada. Sampai saya hubungi RS Sarah Medan karena saat saya browsing dokter Suty ini juga menangani pasien di rumah sakit tersebut, tetapi pihak RS pun tidak mengetahui nomor telepon tempat prakteknya. Kebetulan salah satu teman saya menyarankan untuk berkonsultasi dengan salah satu dokter yang dia tau dari temannya juga jika d...

Total Biaya Inseminasi 3 Mei 2018 - 26 Mei 2018

Daftar ini sebagai rujukan untuk memudahkan bagi pembaca yang berencana untuk melakukan tindakan Inseminasi. Sebelumnya saya mengingatkan jika kemungkinan biaya yang dikeluarkan tiap pasangan akan berbeda, tergantung kondisi masing-masing. Seperti kasus saya ini contohnya, saya tidak mengeluarkan biaya untuk suntik pembesar sel telur, karena saya cukup mengonsumsi obat saja. Suntik pembesar sel telur bisa dilakukan berkali-kali tergantung pertimbangan dokter, dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit, biaya per sekali suntik setahu saya sekitar Rp 450.000,- dan suntik tersebut bisa dilakukan sampai sepuluh kali. Wow lumayan sekali kan, untungnya saya gak perlu suntik, walau sebenarnya prosedur inseminasi yang direncanakan sejak awal haruslah dengan suntikan. Kalau saya ini kan kasusnya dadakan hehehe.. Nah yang kedua, sebelum melakukan prosedur inseminasi, suami diharuskan mengecek sperma di laboratorium dan istri melakukan prosedur pemeriksaan HSG untuk memastikan tidak ada penyum...