Enam hari berlalu begitu cepat, sangat cepat, seperti kedipan mata. Katanya kita akan merasa waktu berlalu sangat lambat saat menunggu, tetapi entah mengapa kali ini berbeda. Dua hari sebelumnya saya sudah mencentang semua bucket list saya untuk persiapan sebelum ET. Memindahkan AC agar kompresornya berada di luar rumah, bukan di garasi lagi, Mengecat kamar agar tampak lebih segar. Sesimpel mengenakan mukena kesukaan saya, membersihkan kamar sampai kinclong, mengganti seprei shabby chic favorit saya, senada dengan piyama yang saya kenakan, dan memakai kaus kaki baru saat tidur. Terakhir mengganti semua produk skincare saya ke yang aman untuk ibu hamil. Oke, kini saya siap. I'm kinda perfectionist.. Tapi saya memang lakukan semua hal yang buat saya nyaman, untuk membangun mood agar lebih baik, bahkan dari hal-hal yang terlihat sepele.
7 November 2018. Sebelum jam delapan pagi, saya dan suami sudah berangkat dari rumah, tindakan ET akan dilakukan pada pukul 10, tetapi sebaiknya kami berangkat jauh lebih awal agar lebih santai. Kami menyempatkan diri untuk singgah di minimarket yang terletak tidak jauh dari rumah sakit, saya membeli roti cokelat kesukaan saya dan yogurt blue berry. Saya makan di mobil saat berada di parkiran rumah sakit, barulah kami turun, dan menuju klinik yang ada di lantai paling atas.
Ternyata sudah lumayan banyak pasien yang mengantri untuk tindakan pada pagi ini, saya duduk di sofa lalu mengeluarkan botol minuman, lalu saya minum beberapa teguk. Saya menyicil minum agar tidak sesak pipis terlalu cepat, karena menahan pipis terlalu lama pasti tidak nyaman.
Sekitar pukul 9, dokter Hilma keluar dari ruang tindakan, sepertinya ada pasien yang jadwalnya lebih pagi dari kami. Saya dan dokter pun berbincang sebentar. Dokter meyuruh saya untuk tetap rileks dan terus berdoa. Embrio saya pun sudah dipersiapkan di lab, ada dua embrio yang akan dimasukkan ke rahim saya hari ini, sesuai permintaan saya yang akhirnya disetujui oleh dokter. Satu embrio dengan kualitas good dan satunya lagi moderate, kedua embrio tersebut disimpan dalam satu rumah sebelumnya. Dokter kembali mengingatkan jika embrio dengan kualitas moderate punya peluang besar untuk menempel dan berkembang di rahim, mengingat ini adalah embrio blastosis.
Sebagai informasi, terakhir saya browsing ternyata negara-negara maju sudah membuat peraturan untuk membatasi embrio yang ditransfer hanya boleh satu saja jika sudah sampai pada tahap blastosis, ada suatu penelitian juga menyebutkan jika menanam hanya satu embrio justru memperbesar peluang keberhasilan IVF. Tetapi keputusan saya sudah bulat, dan dokter pasti punya pertimbangan sehingga menyetujui permintaan saya.
Pukul 10 lewat saya diminta untuk bersiap, saya di-USG dulu oleh suster untuk memastikan rahim saya cukup terlihat jelas di monitor, kemudian saya diminta masuk ke ruang tindakan. Ruang tindakan terasa jauh lebih dingin daripada di ruang tunggu. Berbeda dengan OPU, kali ini saya tidak berganti pakaian, saya masih memakai setelah gamis dan khimar lengkap, hanya saja setelah diminta berbaring di tempat tindakan, gamis saya disingkap sampai pinggang.
Suster lain mulai berdatangan ke ruang tindakan untuk mempersiapkan semuanya, jendela yang terhubung ke lab tempat penyimpanan embrio pun dibuka, suami saya pun sudah ikut masuk ke ruangan, lisan kami tidak berhenti berzikir dan berdoa. Ini akan menjadi momen bersejarah untuk kami, kehidupan kami, pernikahan kami dan hubungan kami. Hari ini adalah puncak semua perjuangan kami selama ini. Berhasil atau gagal nantinya semua tetap akan tertulis di salah satu BAB hidup kami.
Suster-suster di HFC ini memang juara, saya diajak ngobrol ringan supaya saya tetap rileks sementara dokter sedang fokus di bawah sana. Lalu momen bersejarah itu tiba, embrio saya diserahkan dari lab melalui jendela di ruangan ini, diterima oleh suster, kemudian diserahkan kepada dokter Hilma, bismillah.. "Selesai!", kata dokter Hilma diikuti dengan suster yang lain.
Perjuangan saya, suami, dokter dan para suster selesai sampai disini. Selanjutnya tinggal kuasa Allah ta'ala yang akan menjadikannya ada atau tiada. Disini saya semakin sadar, betapa tidak berdayanya manusia, dengan segala ilmu dan kecanggihan teknologi yang kian pesat, tetap tidak dapat memastikan embrio ini akan berkembang di rahim saya. Laa Hawla wa Laa Quwwata Illa Billah..
Saya dibiarkan berbaring selama sekitar dua jam di ruangan ini, saya sempat tertidur sebentar, lalu terbangun karena ada suster yang masuk, saya boleh keluar sebentar lagi. Saya meminta untuk memanggilkan suami menemani saya. Lalu tidak berapa lama Paksu pun datang, kami mengobrol ringan sembari menunggu panggilan untuk keluar dari ruangan.
Tidak berapa lama, saya diizinkan untuk pulang, setelah sebelumnya menerima instruksi untuk apa yang boleh dan tidak boleh saya lakukan selama menunggu hari pengecekan darah. Saya kembali dibekali dengan obat-obatan yang seabreg, ada yang via oral, vagina, dan suntikan. Hasil akan dicek 10 hari dari hari ini, petugas lab akan datang ke rumah untuk mengambil sampel darah saya, karena saya diminta untuk tidak beraktifitas banyak.
Setelah semuanya selesai, saya duduk di atas kursi roda, lalu perawat menuntun saya untuk turun ke lantai dasar, sementara paksu mengambil mobil dari parkiran, agar saya tidak perlu berjalan ke parkiran dan hanya menunggu di pintu masuk. Sesampainya di rumah, aura kebosanan sudah menyerang, karena saya memutuskan untuk banyak bedrest selama masa penantian ini. Setumpuk jadwal to do list sudah saya siapkan untuk mengusir kebosanan saat sepuluh hari kedepan, tanpa saya sadari, jadwal itu kurang banyak, karena ternyata saya akan menghabiskan sebagian besar waktu saya di atas tempat tidur lebih lama..
7 November 2018. Sebelum jam delapan pagi, saya dan suami sudah berangkat dari rumah, tindakan ET akan dilakukan pada pukul 10, tetapi sebaiknya kami berangkat jauh lebih awal agar lebih santai. Kami menyempatkan diri untuk singgah di minimarket yang terletak tidak jauh dari rumah sakit, saya membeli roti cokelat kesukaan saya dan yogurt blue berry. Saya makan di mobil saat berada di parkiran rumah sakit, barulah kami turun, dan menuju klinik yang ada di lantai paling atas.
Ternyata sudah lumayan banyak pasien yang mengantri untuk tindakan pada pagi ini, saya duduk di sofa lalu mengeluarkan botol minuman, lalu saya minum beberapa teguk. Saya menyicil minum agar tidak sesak pipis terlalu cepat, karena menahan pipis terlalu lama pasti tidak nyaman.
Sekitar pukul 9, dokter Hilma keluar dari ruang tindakan, sepertinya ada pasien yang jadwalnya lebih pagi dari kami. Saya dan dokter pun berbincang sebentar. Dokter meyuruh saya untuk tetap rileks dan terus berdoa. Embrio saya pun sudah dipersiapkan di lab, ada dua embrio yang akan dimasukkan ke rahim saya hari ini, sesuai permintaan saya yang akhirnya disetujui oleh dokter. Satu embrio dengan kualitas good dan satunya lagi moderate, kedua embrio tersebut disimpan dalam satu rumah sebelumnya. Dokter kembali mengingatkan jika embrio dengan kualitas moderate punya peluang besar untuk menempel dan berkembang di rahim, mengingat ini adalah embrio blastosis.
Sebagai informasi, terakhir saya browsing ternyata negara-negara maju sudah membuat peraturan untuk membatasi embrio yang ditransfer hanya boleh satu saja jika sudah sampai pada tahap blastosis, ada suatu penelitian juga menyebutkan jika menanam hanya satu embrio justru memperbesar peluang keberhasilan IVF. Tetapi keputusan saya sudah bulat, dan dokter pasti punya pertimbangan sehingga menyetujui permintaan saya.
Pukul 10 lewat saya diminta untuk bersiap, saya di-USG dulu oleh suster untuk memastikan rahim saya cukup terlihat jelas di monitor, kemudian saya diminta masuk ke ruang tindakan. Ruang tindakan terasa jauh lebih dingin daripada di ruang tunggu. Berbeda dengan OPU, kali ini saya tidak berganti pakaian, saya masih memakai setelah gamis dan khimar lengkap, hanya saja setelah diminta berbaring di tempat tindakan, gamis saya disingkap sampai pinggang.
Suster lain mulai berdatangan ke ruang tindakan untuk mempersiapkan semuanya, jendela yang terhubung ke lab tempat penyimpanan embrio pun dibuka, suami saya pun sudah ikut masuk ke ruangan, lisan kami tidak berhenti berzikir dan berdoa. Ini akan menjadi momen bersejarah untuk kami, kehidupan kami, pernikahan kami dan hubungan kami. Hari ini adalah puncak semua perjuangan kami selama ini. Berhasil atau gagal nantinya semua tetap akan tertulis di salah satu BAB hidup kami.
Suster-suster di HFC ini memang juara, saya diajak ngobrol ringan supaya saya tetap rileks sementara dokter sedang fokus di bawah sana. Lalu momen bersejarah itu tiba, embrio saya diserahkan dari lab melalui jendela di ruangan ini, diterima oleh suster, kemudian diserahkan kepada dokter Hilma, bismillah.. "Selesai!", kata dokter Hilma diikuti dengan suster yang lain.
Perjuangan saya, suami, dokter dan para suster selesai sampai disini. Selanjutnya tinggal kuasa Allah ta'ala yang akan menjadikannya ada atau tiada. Disini saya semakin sadar, betapa tidak berdayanya manusia, dengan segala ilmu dan kecanggihan teknologi yang kian pesat, tetap tidak dapat memastikan embrio ini akan berkembang di rahim saya. Laa Hawla wa Laa Quwwata Illa Billah..
Saya dibiarkan berbaring selama sekitar dua jam di ruangan ini, saya sempat tertidur sebentar, lalu terbangun karena ada suster yang masuk, saya boleh keluar sebentar lagi. Saya meminta untuk memanggilkan suami menemani saya. Lalu tidak berapa lama Paksu pun datang, kami mengobrol ringan sembari menunggu panggilan untuk keluar dari ruangan.
Tidak berapa lama, saya diizinkan untuk pulang, setelah sebelumnya menerima instruksi untuk apa yang boleh dan tidak boleh saya lakukan selama menunggu hari pengecekan darah. Saya kembali dibekali dengan obat-obatan yang seabreg, ada yang via oral, vagina, dan suntikan. Hasil akan dicek 10 hari dari hari ini, petugas lab akan datang ke rumah untuk mengambil sampel darah saya, karena saya diminta untuk tidak beraktifitas banyak.
Setelah semuanya selesai, saya duduk di atas kursi roda, lalu perawat menuntun saya untuk turun ke lantai dasar, sementara paksu mengambil mobil dari parkiran, agar saya tidak perlu berjalan ke parkiran dan hanya menunggu di pintu masuk. Sesampainya di rumah, aura kebosanan sudah menyerang, karena saya memutuskan untuk banyak bedrest selama masa penantian ini. Setumpuk jadwal to do list sudah saya siapkan untuk mengusir kebosanan saat sepuluh hari kedepan, tanpa saya sadari, jadwal itu kurang banyak, karena ternyata saya akan menghabiskan sebagian besar waktu saya di atas tempat tidur lebih lama..
Wallpaper ponsel saya selama 2WW, foto diambil dari layar monitor USG setelah FET
Komentar
Posting Komentar