Jumat, 11 Maret 2018. Setelah berkejar-kejaran dengan waktu, agar program kehamilan dapat dimulai secepatnya akhirnya Allah memudahkan semua urusan kami hari ini. Periksa ke laboratorium, sore hasilnya sudah keluar, langsung daftar untuk berkonsultasi dengan dokter Hilma, dan dokter pun bersedia. Semuanya terasa dimudahkan. Alhamdulillah.
Selepas maghrib saya dan suami bergegas untuk pergi, pertama singgah terlebih dahulu untuk mengambil hasil pemeriksaan di Laboratorium Klinik Thamrin. Suami saya minta untuk menunggu di kendaraan saja, saya yang masuk untuk mengambil hasil, saat di meja informasi saya menyerahkan bukti pembayaran, dan perawat langsung memberikan hasil pemeriksaannya. Sebelum beranjak, sejenak saya mengintip hasil pemeriksaannya, yang pertama saya lihat adalah kadar Gula Darah Puasa saya yang berada di angka 79mg, saya terperanjat, wow tidak sia-sia saya diet low carbo lima hari belakangan hahaha.. Mata saya menyapu halaman hasil dengan cepat, saya menemukan ada satu angka yang di atas nilai rujukan, yakni nilai hormon LH saya. Wah tinggi, batin saya. Saya menyimpan hasil tersebut lalu beranjak keluar.
Suami memacu kendaraan ke arah RSIA Stella Maris, jam tujuh lewat kami tiba disana, agak kesulitan untuk memarkirkan kendaraan karena macet, mungkin karena besok sudah weekend. Kami masuk ke dalam dengan berjalan cepat, tidak enak jika dokter menunggu kami. Sesampainya di ruang tunggu, ternyata dokter Hilma belum berada di tempat, ya untung saja, sebaiknya saya saja yang menunggu, karena saya lebih suka menunggu daripada ditunggu.
Saya langsung ke meja pendaftaran lalu menyampaikan jika saya sudah mendaftar, pegawai tersebut meminta saya untuk menunggu perawat dari dokter Hilma menghampiri saya. Tidak berapa lama perawat yang dimaksud datang lalu meminta saya menunggu sekitar sepuluh menit karena dokter Hilma belum sampai. Oke, saya tidak masalah. Akhirnya hampir setengah jam saya menunggu, barulah perawat tersebut kembali dan meminta saya untuk duduk agar dicek tekanan darahnya. 120/90. Perawat tersebut mengatakan tekanan darah saya agak tinggi. Saya katakan saja saya menunggu setengah jam sambil berdiri, karena kursi tunggu yang penuh, jelas saja saya kelelahan.
Setelah itu saya diminta untuk masuk ke ruang praktek dokter. Dokter Hilma sudah berada disana, dia menyambut dengan sumringah. Hari ini agendanya adalah pembacaan hasil pap smear dan hasil cek hormon. Dokter Hilma sudah memegang hasil pap smear saya dan menjelaskan semuanya normal, tetapi tetap disarankan untuk pap smear ulang tahun depan, karena semua wanita yang sudah aktif berhubungan seksual wajib pap smear secara berkala, dia menjelaskan jika Indonesia sedang darurat kanker serviks. Siap dok.
Selanjutnya hasil pemeriksaan hormon. Ya memang benar hormon LH saya tinggi, dan itu memang terjadi pada penderita PCOS. Hormon FSH dan Prolaktin saya normal. Gula darah dan Insulin saya juga normal, hanya saja dokter Hilma menghitung rasionya lalu mendapati jika saya tetap resistensi insulin. Saya kurang paham bagaimana menghitungnya, tetapi yang pasti saya percaya kepada dokter. Apalagi penderita PCOS memang biasanya resistensi insulin.
Pembacaan hasil sudah, selanjutnya dokter Hilma ingin mengobservasi saya lebih lanjut, saya pun naik ke kursi khusus, lalu pemeriksaan USG melalui transvaginal dimulai. Dokter Hilma berdecak kagum (kagum?) melihat folikel di indung telur saya yang sangat banyak. Dokter menghitungnya satu per satu, di indung telur sebelah kanan saja didapati dua puluh folikel. Wow! Dokter juga mengatakan jika dinding rahim saya sudah menipis, berarti saya memang sedang haid, karena sebelumnya dokter ragu karena saya katakan saya masih flek-flek saja, tetapi berbekal penjelasan dari dokter Mestika sebelumnya, jika hanya flek saja pun terhitung haid, saya yakin jika saya memang sudah haid. Setelah melihat warna dan kekentalan darah haidnya, dokter Hilma tambah yakin jika itu merupakan darah haid.
Selesai USG, dokter Hilma menanyakan apakah saya ingin memulai program bulan ini, karena program sudah dapat dimulai, dengan mantap saya katakan ya. Dokter pun menjelaskan jika saya harus mengonsumsi obat untuk membantu pembesaran sel telur saya, yakni Blesifen, kandungannya sama dengan Profertil yang dulu pernah saya konsumsi. Saya harus mengonsumsinya tepat waktu, tidak boleh telat atau hormon saya akan kacau. Blesifen dikonsumsi dua kali sehari, dengan waktu yang sama. Misalnya kita konsumsi pertama jam sepuluh pagi, maka selanjutnya dikonsumsi lagi jam sepuluh malam. Saya terperanjat mendengar penjelasan dokter, dok dulu saya minum Profertil sekali dua dalam satu waktu, saya gak tau kalau harus dibagi menjadi dua waktu, mana waktu itu sempat telah semalam minumnya. Dokter pun terkejut ya pantas saja sel telur saya mentok tidak berkembang Desember lalu, saya bersyukur dan berharap saat itu hanya karena kesalahan saya mengonsumsi, bukan karena sel telur saya yang salah. Baiklah belajar dari kesalahan kemarin, sekarang harus disiplin ya minum obatnya, dokter menekankan hal tersebut berkali-kali, bahkan menawarkan apa perlu bantuan dari perawatnya untuk menelepon saya setiap jadwal minum obat hahaha.. Gak gitu juga dok.
Saya dijadwalkan untuk kembali kesana saat hari haid ke-10, yakni tanggal 19 Maret mendatang, dokter ingin melihat perkembangan sel telur saya. Dokter meminta saya untuk melanjutkan pola hidup sehat, makan yang bergizi, jauhi junk food dan penyedap, juga disertai dengan olahraga. Poin terakhir ini yang berat hahaha..
Raut wajah dokter langsung berubah serius, dokter ingin menyampaikan resiko dalam program ini. Ya karena program ini dibantu dengan obat-obatan, termasuk obat hormon penyubur, dan mengingat banyaknya folikel yang ada di indung telur saya, jadi bisa saja folikel tersebut matang lebih dari satu. Singkat kata saya beresiko untuk hamil kembar. Apa? Itu resiko dok? Kalau hamil kembar, demi Allah saya rela! Dokter hanya memastikan saya siap untuk hamil kembar, karena di luar negeri sana banyak yang tidak menginginkan anak banyak. Yah dok, ini kan di Indonesia, banyak anak banyak rezeki hehehe.. Saya tersenyum lebar, dalam hati saya berdoa semoga Allah memberikan saya kehamilan dua anak sekaligus. Aaamiin..
Puas berkonsultasi dan bertanya ini-itu yang selalu dijawab dokter Hilma dengan sabar, saya pun pamit undur diri hehe lalu kami menuju kasir. Kali ini honor dokternya tidak semahal yang lalu, ya karena beda tindakan beda juga harganya, syukurlah.
Selepas maghrib saya dan suami bergegas untuk pergi, pertama singgah terlebih dahulu untuk mengambil hasil pemeriksaan di Laboratorium Klinik Thamrin. Suami saya minta untuk menunggu di kendaraan saja, saya yang masuk untuk mengambil hasil, saat di meja informasi saya menyerahkan bukti pembayaran, dan perawat langsung memberikan hasil pemeriksaannya. Sebelum beranjak, sejenak saya mengintip hasil pemeriksaannya, yang pertama saya lihat adalah kadar Gula Darah Puasa saya yang berada di angka 79mg, saya terperanjat, wow tidak sia-sia saya diet low carbo lima hari belakangan hahaha.. Mata saya menyapu halaman hasil dengan cepat, saya menemukan ada satu angka yang di atas nilai rujukan, yakni nilai hormon LH saya. Wah tinggi, batin saya. Saya menyimpan hasil tersebut lalu beranjak keluar.
Suami memacu kendaraan ke arah RSIA Stella Maris, jam tujuh lewat kami tiba disana, agak kesulitan untuk memarkirkan kendaraan karena macet, mungkin karena besok sudah weekend. Kami masuk ke dalam dengan berjalan cepat, tidak enak jika dokter menunggu kami. Sesampainya di ruang tunggu, ternyata dokter Hilma belum berada di tempat, ya untung saja, sebaiknya saya saja yang menunggu, karena saya lebih suka menunggu daripada ditunggu.
Saya langsung ke meja pendaftaran lalu menyampaikan jika saya sudah mendaftar, pegawai tersebut meminta saya untuk menunggu perawat dari dokter Hilma menghampiri saya. Tidak berapa lama perawat yang dimaksud datang lalu meminta saya menunggu sekitar sepuluh menit karena dokter Hilma belum sampai. Oke, saya tidak masalah. Akhirnya hampir setengah jam saya menunggu, barulah perawat tersebut kembali dan meminta saya untuk duduk agar dicek tekanan darahnya. 120/90. Perawat tersebut mengatakan tekanan darah saya agak tinggi. Saya katakan saja saya menunggu setengah jam sambil berdiri, karena kursi tunggu yang penuh, jelas saja saya kelelahan.
Setelah itu saya diminta untuk masuk ke ruang praktek dokter. Dokter Hilma sudah berada disana, dia menyambut dengan sumringah. Hari ini agendanya adalah pembacaan hasil pap smear dan hasil cek hormon. Dokter Hilma sudah memegang hasil pap smear saya dan menjelaskan semuanya normal, tetapi tetap disarankan untuk pap smear ulang tahun depan, karena semua wanita yang sudah aktif berhubungan seksual wajib pap smear secara berkala, dia menjelaskan jika Indonesia sedang darurat kanker serviks. Siap dok.
Selanjutnya hasil pemeriksaan hormon. Ya memang benar hormon LH saya tinggi, dan itu memang terjadi pada penderita PCOS. Hormon FSH dan Prolaktin saya normal. Gula darah dan Insulin saya juga normal, hanya saja dokter Hilma menghitung rasionya lalu mendapati jika saya tetap resistensi insulin. Saya kurang paham bagaimana menghitungnya, tetapi yang pasti saya percaya kepada dokter. Apalagi penderita PCOS memang biasanya resistensi insulin.
Pembacaan hasil sudah, selanjutnya dokter Hilma ingin mengobservasi saya lebih lanjut, saya pun naik ke kursi khusus, lalu pemeriksaan USG melalui transvaginal dimulai. Dokter Hilma berdecak kagum (kagum?) melihat folikel di indung telur saya yang sangat banyak. Dokter menghitungnya satu per satu, di indung telur sebelah kanan saja didapati dua puluh folikel. Wow! Dokter juga mengatakan jika dinding rahim saya sudah menipis, berarti saya memang sedang haid, karena sebelumnya dokter ragu karena saya katakan saya masih flek-flek saja, tetapi berbekal penjelasan dari dokter Mestika sebelumnya, jika hanya flek saja pun terhitung haid, saya yakin jika saya memang sudah haid. Setelah melihat warna dan kekentalan darah haidnya, dokter Hilma tambah yakin jika itu merupakan darah haid.
Foto hasil USG dengan folikel saya yang banyak hehehe
Selesai USG, dokter Hilma menanyakan apakah saya ingin memulai program bulan ini, karena program sudah dapat dimulai, dengan mantap saya katakan ya. Dokter pun menjelaskan jika saya harus mengonsumsi obat untuk membantu pembesaran sel telur saya, yakni Blesifen, kandungannya sama dengan Profertil yang dulu pernah saya konsumsi. Saya harus mengonsumsinya tepat waktu, tidak boleh telat atau hormon saya akan kacau. Blesifen dikonsumsi dua kali sehari, dengan waktu yang sama. Misalnya kita konsumsi pertama jam sepuluh pagi, maka selanjutnya dikonsumsi lagi jam sepuluh malam. Saya terperanjat mendengar penjelasan dokter, dok dulu saya minum Profertil sekali dua dalam satu waktu, saya gak tau kalau harus dibagi menjadi dua waktu, mana waktu itu sempat telah semalam minumnya. Dokter pun terkejut ya pantas saja sel telur saya mentok tidak berkembang Desember lalu, saya bersyukur dan berharap saat itu hanya karena kesalahan saya mengonsumsi, bukan karena sel telur saya yang salah. Baiklah belajar dari kesalahan kemarin, sekarang harus disiplin ya minum obatnya, dokter menekankan hal tersebut berkali-kali, bahkan menawarkan apa perlu bantuan dari perawatnya untuk menelepon saya setiap jadwal minum obat hahaha.. Gak gitu juga dok.
Saya dijadwalkan untuk kembali kesana saat hari haid ke-10, yakni tanggal 19 Maret mendatang, dokter ingin melihat perkembangan sel telur saya. Dokter meminta saya untuk melanjutkan pola hidup sehat, makan yang bergizi, jauhi junk food dan penyedap, juga disertai dengan olahraga. Poin terakhir ini yang berat hahaha..
Raut wajah dokter langsung berubah serius, dokter ingin menyampaikan resiko dalam program ini. Ya karena program ini dibantu dengan obat-obatan, termasuk obat hormon penyubur, dan mengingat banyaknya folikel yang ada di indung telur saya, jadi bisa saja folikel tersebut matang lebih dari satu. Singkat kata saya beresiko untuk hamil kembar. Apa? Itu resiko dok? Kalau hamil kembar, demi Allah saya rela! Dokter hanya memastikan saya siap untuk hamil kembar, karena di luar negeri sana banyak yang tidak menginginkan anak banyak. Yah dok, ini kan di Indonesia, banyak anak banyak rezeki hehehe.. Saya tersenyum lebar, dalam hati saya berdoa semoga Allah memberikan saya kehamilan dua anak sekaligus. Aaamiin..
Puas berkonsultasi dan bertanya ini-itu yang selalu dijawab dokter Hilma dengan sabar, saya pun pamit undur diri hehe lalu kami menuju kasir. Kali ini honor dokternya tidak semahal yang lalu, ya karena beda tindakan beda juga harganya, syukurlah.
Total yang harus dibayar Rp 323.000,-
Sebelum kembali ke rumah, kami mampir ke apotek terlebih dahulu untuk menebus resep yang diberikan dokter tadi, agar malam ini juga saya bisa memulai semuanya. Saya diberikan tiga jenis obat, satu Blesifen yakni obat untuk membantu pembesaran sel telur, lalu Cortidex yang saya rasa berkaitan dengan keseimbangan hormon, selanjutnya Glucophage untuk mengobati resistensi insulin, tidak lupa juga Folavit tetapi tidak saya tebus karena di rumah masih banyak. Suami hanya diberikan vitamin untuk satu bulan yaitu Oligocare. Total semua obat-obatan tersebut Rp 463.000,-.
Saat tiba di rumah saya pun langsung makan malam, lalu mengonsumsi obat tersebut satu per satu, dengan selingan waktu. Saya pun membuat jadwal terperinci beserta alarm di ponsel agar tidak lupa untuk meminum obat-obatan tersebut hehehe.. Ya Allah jadikan ikhtiar ini jalan bagi kami untuk menjemput keturunan yang shaleh dan shalehah. Allahumma aamiin.
Obat-obatan untuk saya. Jangan pernah mengonsumsi obat ini tanpa resep dokter!
Vitamin untuk Paksu. Satu kotak isi lima strip, tiap strip isi enam kapsul, pas untuk sebulan.
Komentar
Posting Komentar